Apa golongan darahmu?

Rabu, 09 Februari 2011

Daftar Orang Jenius Indonesia Yang Terbuang dari Negaranya

Tentunya kalian tidak asing dengan nama Habibie dan bagaimana prestasinya. Tapi  sayang di Indonesia negaranya sendiri tidak dihargai, tidak hanya Bp.  Habibie masih ada beberapa orang jenius dari indonesia yang terbuang  diluar negri.

Langsung aja silakan berkenalan dengan beliau-beliau  di bawah ini..

March Boedihardjo:



March  Boedihardjo ==> HONG KONG – Bocah Indonesia, March Boedihardjo,  mencatatkan diri sebagai mahasiswa termuda di Universitas Baptist Hong  Kong (HKBU). March akan memiliki gelar sarjana sains ilmu matematika  sekaligus master filosofi matematika.

Karena keistimewaannya itu,  perguruan tinggi tersebut menyusun kurikulum khusus untuknya dengan  jangka waktu penyelesaian lima tahun(dari 2007). Ketika ditanya tentang  cara beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang baru, March mengaku  tidak pernah cemas berhadapan dengan teman sekelas yang lebih tua  darinya. ”Ketika saya di Oxford, semua rekan sekelas saya berusia di  atas 18 tahun dan kami kerap mendiskusikan tugas-tugas matematika,’’  kisahnya.

March memang menempuh pendidikan menengah di Inggris.  Hebatnya, dia masuk dalam kelas akselerasi, sehingga hanya perlu waktu  dua tahun menjalani pendidikan setingkat SMA itu. Hasilnya, dia mendapat  dua nilai A untuk pelajaran matematika dan B untuk statistik. Dia juga  berhasil menembus Advanced Extension Awards (AEA), ujian yang hanya bisa  diikuti sepuluh persen pelajar yang menempati peringkat teratas  A-level.

Dia lulus dengan predikat memuaskan. Dalam sejarah AEA, hanya  seperempat peserta AEA yang bisa mendapat status tersebut.

Prof Nelson Tansu :



Prof  Nelson Tansu, PhD- Pakar Teknologi Nano ==> Pria kelahiran 20  Oktober 1977 ini adalah seorang jenius. Ia adalah pakar teknologi nano.  Fokusnya adalah bidang eksperimen mengenai semikonduktor berstruktur  nano.

Teknologi nano adalah kunci bagi perkembangan sains dan rekayasa  masa depan. Inovasi-inovasi teknologi Amerika, yang mempengaruhi  kehidupan sehari-hari seluruh orang di dunia, bertopang pada anak anak  muda brilian semacam Nelson. Nelson, misalnya, mampu memberdayakan sinar  laser dengan listrik superhemat. Sementara sinar laser biasanya perlu  listrik 100 watt, di tangannya cuma perlu 1,5 watt.

Penemuan-penemuannya  bisa membuat lebih murah banyak hal. Tak mengherankan bila pada Mei  lalu, di usia yang belum 32 tahun, Nelson diangkat sebagai profesor di  Universitas Lehigh. Itu setelah ia memecahkan rekor menjadi asisten  profesor termuda sepanjang sejarah pantai timur di Amerika. Ia menjadi  asisten profesor pada usia 25 tahun, sementara sebelumnya, Linus  Pauling, penerima Nobel Kimia pada 1954, menjadi asisten profesor pada  usia 26 tahun.

Mudah bagi anak muda semacam Nelson ini bila ingin  menjadi warga negara Amerika.Amerika pasti menyambutnya dengan tangan  terbuka. “Apakah tragedi orang tuanya membikin Nelson benci terhadap  Indonesia dan membuatnya ingin beralih kewarganegaraan?” “Tidak. Hati  Saya tetap melekat dengan Indonesia,” katanya kepada Tempo. Nelson  bercerita, sampai kini ia getol merekrut mahasiswa Indonesia untuk  melanjutkan riset S-2 dan S-3 di Lehigh.

Ia masih memiliki ambisi untuk  balik ke Indonesia dan menjadikan universitas di Indonesia sebagai  universitas papan atas di Asia.

Muhammad Arief Budiman:



Muhammad  Arief Budiman : MERAH-PUTIH DI SAINT LOUIS ==> Saint Louis,  Missouri, Amerika Serikat. Di sebuah ruang kerja di kompleks Orion  Genomic, salah satu perusahaan riset bioteknologi terkemuka di negeri  itu, seorang lelaki Jawa berwajah “dagadu”—sebab senyum tak pernah lepas  dari bibirnya—kerap terlihat sedang shalat. anak pekerja pabrik tekstil  GKBI itu sekarang menjadi motor riset utama di Orion.

Jabatannya : Kepala  Library Technologies Group. Menurut BusinessWeek, ia merupakan satu  dari enam eksekutif kunci perusahaan genetika itu.Genetika adalah cabang  ilmu biologi yang mempelajari gen, pembawa sifat pada makhluk hidup.  Peran ilmu ini bakal makin sentral di masa depan: dalam peperangan  melawan penyakit, rehabilitasi lingkungan, hingga menjawab kebutu*an  pangan dunia.

Arief tak hanya terpandang di perusahaannya. Namanya juga  moncer di antara sejawatnya di negara yang menjadi pusat pengembangan  ilmu tersebut, menjadi anggota American Society for Plant Biologists  dan—ini lebih bergengsi baginya karena ia ahli genetika tanaman—American  Association for Cancer Research.

Asosiasi peneliti kanker bukan  perkumpulan ilmuwan biasa. Dokter bertitel PhD pun belum tentu bisa  “membeli” kartu anggota asosiasi ini. Agar seseorang bisa menjadi  anggota asosiasi ini, ia harus aktif meneliti penyakit kanker pada  manusia. Ia juga harus membawa surat rekomendasi dari profesor yang  lebih dulu aktif dalam riset itu serta tahu persis riset dan kontribusi  orang itu di bidang kanker.

Arief mendapatkan kartu itu karena,  “Meskipun latar belakang saya adalah peneliti genome tanaman, saya  banyak melakukan riset genetika mengenai kanker manusia,” ujarnya.

Prof Dr. Khoirul Anwar:



Prof  Dr. Khoirul Anwar : TERINSPIRASI KISAH FIRAUN ==> Dia kini menjadi  ilmuwan top di Jepang. Wong ndeso asal Dusun Jabon, Desa Juwet,  Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu memegang dua paten  penting di bidang telekomunikasi. Dunia mengaguminya.

Para ilmuwan dunia  berkhidmat ketika pada paten pertamanya Khoirul, bersama koleganya,  merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi seperti telepon seluler.  Prof Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G  berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah  seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of  Science and Technology, Jepang.

Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat  penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat  Jenderal RI Osaka pada 2007. Pada paten kedua, lagi-lagi Khoirul  menawarkan sesuatu yang tak lazim.

Untuk mencapai kecepatan yang lebih  tinggi, dia menghilangkan sama sekali guard interval (GI). “Itu mustahil  dilakukan,” begitu kata teman-teman penelitinya. Tanpa interval atau  jarak, frekuensi akan bertabrakan tak keruan. Persis seperti di kelas  saat semua orang bicara kencang secara bersamaan.

Dua penelitian istimewa  itu mungkin tak lahir bila dulu Khoirul kecil tak terobsesi pada  bangkai burung, balsam yang menusuk hidung, serta mumi Firaun. Bocah  kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang badannya tetap  utuh sampai sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan teknologi “balsam”  terhadap seekor burung kesayangannya yang telah mati. “Saya menggunakan  balsam gosok yang ada di rumah,” kata anak kedua dari pasangan Sudjianto  (almarhum) dengan Siti Patmi itu.

Khoirul berharap, dengan percobaannya  itu, badan burung tersebut bisa awet dan mengeras. Dengan semangat, ia  pun melumuri seluruh tubuh burung tersebut dengan balsam gosok.  Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata anak petani ini, “Teknologi  balsam itu tidak pernah berhasil.” Penelitian yang gagal total itu  rupanya meletikkan gairah meneliti yang luar biasa pada Khoirul.

Itulah  yang mengantarkan alumnus Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi  Bandung tersebut kini menjadi asisten profesor di JAIST, Jepang.

Dr Warsito P. Taruno:



Dr  Warsito P. Taruno : AKU PULANG, AKU BERJUANG, AKU MENANG ==> Dr  Warsito P. Taruno, pendiri dan pemilik Edwar Technology. Belasan tahun  belajar di luar negeri. Tanpa bantuan pemerintah, penelitian mereka  berhasil di Tanah Air.

Robot itu bernama Sona CT x001. robot yang  dibekali dua lengan itu sedang memindai tabung gas sepanjang 2 meter. Di  bagian atas robot, layar laptop menampilkan grafik hasil pemindaian.  Selasa dua pekan lalu itu, Sona—buatan Ctech Labs (Center for Tomography  Research Laboratory) Edwar Technology—sedang diuji coba.

Alat ini sudah  dipesan PT Citra Nusa Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus  Transjakarta.Perusahaan migas Petronas, kata Warsito, tertarik kepada  alat buatannya. Kini mereka masih dalam tahap negosiasi harga dengan  perusahaan raksasa milik pemerintah Malaysia tersebut.

Selain Sona,  Edwar Technology mendapat pesanan dari Departemen Energi Amerika  Serikat. Nilai pesanan lumayan besar, US$ 1 juta atau sekitar Rp 10  miliar. Bahkan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun memakai  teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT)  temuan Warsito.

ECVT adalah satu-satunya teknologi yang mampu melakukan  pemindaian dari dalam dinding ke luar dinding seperti pada pesawat  ulang-alik. Teknologi ECVT bermula dari tugas akhir Warsito ketika  menjadi mahasiswa S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia,  Universitas Shizuoka, Jepang, tahun 1991. Ketika itu pria kelahiran Solo  pada 1967 ini ingin membuat teknologi yang mampu “melihat” tembus  dinding reaktor yang terbuat dari baja atau obyek yang opaque (tak  tembus cahaya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar